Rabu, 11 Juli 2012

Selogam mata uang (bagian 1)

 

Setelah kejadian itu bayangan mu perlahan menghilang

Menyisakan bayang hitam, tak terasa

tetesan air di daun jatuh ketanah meninggalkan kubangan kepedihan.

Terbuai oleh kebersamaan yang telah lama menghampiri

Namun ku tepis bahwa itu tiada nyata dan hanya fatamorgana serta semu belaka.

Ternyata tlah kau tuangkan cinta kedalam bejana hati hingga mendidih hati ini

Namun belum sempat ku reguk nikmatnya air kehangatan cinta kasih itu

Dia yaitu cinta itu menghempaskan kalbu dan rasa di dada

Dengan tumpahnya air cinta di bejana tersebut

Aku tak dapat menjaga dan memelihara rasa ini

Hingga belum sempat kau benar-benar tepat di hati, kau telah hilang pergi menjauh

 senja

Di kala senja mulai menampakkan dirinya, aku melihat ke arah luar jendela. Langit mulai ditinggalkan oleh mentari yang mulai tenggelam namun di luar sana masih saja terang benderang yang diisi oleh cahaya dari lampu jalan, lampu taman di pekarangan rumah dan lampu di setiap rumah menggantikan cahaya sinar mentari yang perlahan mulai redup dan menghilang.

Namun ditengah ku memperhatikan dan menikmati bergantinya cahaya mentari menuju gelapnya malam serta bias cahaya bulan yang nun jauh disana, mata ini tertuju pada seberang jalan dimana rumah yang dulunya sudah lama kosong sekitar 3 bulan kini mulai ada penghuni.

Terlihat beberapa sosok orang yang sedang sibuk dengan barangnya untuk dimasukkan di rumah tersebut. Dalam hati aku berujar, “Apa gak tahu diri orang yang pindah itu ya…? sudah sekitar 3 bulan kosong kok langsung ditempati. Bukan dibersihkan dulu baru dipindahkan barang-barangnya ehmm…….tapi biarlah apa perlunya aku ikut urusan orang lain tersebut.”

Aku pun menutup jendela lalu menutupnya dengan kain pelindung jendela, lalu aku pun segera bergegas duduk di kursi menatap layar monitor yang berada diatas meja kayu ku. Ku kerjakan tugas kampus yang baru saja kuterima tadi pagi, namun niat mengerjakan tugas hanya sekedar niat saja tanpa nyata. Aku hanya bermain-main dengan khayalan dan pikiran saja, sedangkan program aplikasi menulis tetap saja putih kosong tanpa tulisan apa pun.

Aku pun melirik kearah sebuah bingkai foto yang ada di atas meja sebelah monitor ini, terpampang sesosok wajah yang tak asing lagi namun kini hambar terasa. Hati in terasa pilu dan remuk redam, tersisa sedih tak bertepian akan ingin.

*

Seharusnya aku mengatakannya saat aku berada bersamanya, saat aku menggemgam tangannya saat kutuntun ia menaiki anak tangga, seandainya kuutarakan rasa ini saat aku duduk berdua dibawah payung langit hitam cerah di taman itu.

Kau selalu ada di samping ku namun sampai detik ini kau tak pernah tahu akan apa yang terjadi, gejolak di dada yang berkecamuk meraih hati mu yang lembut dan ramah. Kau datang ke dalam hidup ini membawa angin penyejuk kalbu, hingga kumampu dan merasa ringan hadapi perjalanan ini.

 

Bintang……itulah namanya atau lebih tepatnya Bintang Cahayani. Bintang adalah seorang wanita yang kukenal saat acara hari jadi kota tepatnya di alun-alun kota pada malam hari, yang tak disangka ternyata sebelumnya kami pernah bertemu di acara ulang tahun teman ku namun aku sendiri sudah lupa dan ia masih ingat rupanya.

Teman ku tersebut namanya Doni teman satu kampus bahkan satu jurusan dan kelas. Doni mengenalkan Bintang ketika aku membantunya ke dapur membawakan makanan untuk disajikan kepada yang lain, saat itulah Doni mengenalkan Bintang sang juru masak dan pembantunya sambil tertawa terbahak-bahak sedangkan Bintang hanya senyum tersipu malu ke arah Doni dan aku lalu bergegas keluar menuju ruang acara ulang tahun dengan membawa makanan yang telah siap disajikan dibantu oleh aku dan Doni.

Sejak saat itu…ya sejak usainya pesta ulang tahun itu aku tak pernah bertemu lagi sama Bintang dan aku pun melupakannya, ternyata kini tepatny saat aku berada di alun-alun itu aku bertemu dengannya. Di alun-alun itu kami banyak bicara mulai dari siapa diriku dan dirinya, kenal dimana sama Doni hingga malam pun menampakkan dirinya kami masih berjalan-jalan di sepanjang alun-alun tersebut.

Kebetulan juga Bintang dan aku datang ke alun-alun sendirian, aku ke alun-alun hanya membunuh rasa bosan mungkin dengan ke alun-alun bisa membunuh rasa itu sedangkan Bintang memang hampir setiap sore hari datang ke tempat tersebut katanya sih suka akan suasana keramaian sore hari. Memang benar juga namanya juga alun-alun kota pastinya menjadi tempat orang-orang untuk sekedar melepas kejenuhan sehari-hari, tua, muda bahkan anak-anak pasti ada disana.

 

“Gas…coba kamu lihat disana“, sambil menunjukan telunjuknya.

“Apa….manaa, emang ada apa sih ?”, tanya ku sambil larak lirik melihat apa ada sesuatu yang menghebohkan.

“Itu coba lihat diujung sana. Sebuah pelangi melengkung indah diatas bangunan seberang sana”, sambil menarik badan ku ke arah bangunan tersebut dan juga menunjuk-nunjuk kegirangan.

Aku pun melihat ke arah pelangi yang ditunjuknya, memang benar kehilatan indah namun biasa saja bagiku. Aku lantas tersenyum dan berkata “memang indah” sekedar menyenangkan hatinya saja.

Maklum saja bagiku itu hanyalah sebuah kejadian alam yang biasa saja munculnya pelangi seusai hujan membasahi bumi, namun bagi Bintang itu sebuah kejadian yang sangat luar biasa dan mempesonakan hatinya.

Tapi sepertinya Bintang tahu apa yang ada didalam pikiran ku sambil berujar, “Ah…bohong kamu ya Gas, padahal dalam hati mu bertany-tanya. Apa indahnya sebuah pelangi”.

Namun terlintas di benak sebuah kata yang terucap di bibir ini,

“Memang indah sekali kok…seindah wajah mu yang telah menjadikan aku tergila-gila kepada mu, mungkin sedikit memang gila”, sambil tersenyum kearahnya dan kupegang jemari tangannya erat-erat.

 

Namun tak berapa lama sekitar 1 menit aku berkata atau sekitar 25 kemudian sejak berada di alun-alun ini berarak awan hitam menutupi langit biru cerah, rintik hujan mulai berjatuhan lalu langit pun menagis sekuat-kuatnya. Kami pun berlari sekencang-kencangnya menuju sebuah warung untuk berteduh.

Sesampainya di warung tersebut, sebuah warung bercat putih dengan meja terbuat dari kayu dan kursi plastik itu kami duduk dan memesan sebuah minuman teh hangat. Ku seruput teh hangat tersebut sambil menggosokkan kedua tangan ini untuk sedikit menghilangkan udara sejuk yang menusuk badan. Dan tidak lupa aku membuka jaket yang terbuat kain ini karena ternyata sudah basah kuyup oleh air hujan diterpa angin singgah di jaket.

 

Bintang pun berkata pada ku, “Gas…Bagas…Gas kamu dengar gak sih”, sambil sedikit memperlihatkan raut kesal.

“Oooo iya ada apa tang….ada Bintang kecil ku”, sambil tertawa kecil berusaha meredam emosinya karena melihat raut wajahnya.

“Mmmmm…apa benar yang kamu omongkan tadi tuh ?”, kembali ia berkata dengan nada penasaran.

“Yang mana, omongan ku yang mana..?”, pura-pura lupa padahal aku tahu maksudnya omongan tadi saat aku katakan kau tergila-gila kepadanya.

“Iihhh kok lupa sih baru aja ngomongnya, udah tua ya bisa lupa”, ujarnya sambil mengembangkan senyumannya kepada ku dan memerah rona pipinya.

“Iya aku masih ingat kok”

“Gini ya Bintang”, sambil membetulkan posisi duduk ku dan mendekatkan kursi ke arah meja agar suaraku terdengar jelas dan apa yang kusampaikan dimengerti olehnya.

“Sejujurnya aku sangat senang berada didekat mu dan ingin selalu habiskan waktu bersamamu, aku tak tahu apakah ini yang namanya sebuah panah cinta telah tertancap di hati. Sebuah cinta kepadamu, sebuah perasaan bahwa aku sangat senang, bahagia dan terasa indah kalo aku di dekat dan bersama mu. Namun pada intinya aku sangat suka pada mu dengan apa yang ada dirimu”, lanjut ku sambil meminum teh hangat untuk menutupi kegugupan yang ada.

 

Bagaimana tidak aku gugup Bintang adalah sesosok wanita yang ramah, santun, baik hati dari sikapnya terlebih jika dilihat secara fisik dia itu wanita yang sempurna bagi ku tanpa kekurangan sedikit pun. Tubuhnya yang tinggi, parasnya yang ayu, kulitnya yang sawo matang, bola matanya yang bulat dan jernih serta menggunakan jilbab yang sangat menarik dan sesuatu perkembangan jaman bukan sebuah jilbab seperti biasanya menambah keindahan dirinya.

 

“Oooo.. jadi kamu nembak aku nih”, katanya tersenyum kembali

“Sebenarnya aku juga nyaman berada didekat mu, aku sebenarnya juga sayang padamu bahkan aku sudah suka padamu sejak pertama kali kita bertemu di pesta Doni”, lanjutnya namun tiada kata-kata yang terucap lagi di bibirnya diam seribu bahasa.

Aku pun ikut diam tak ingin aku mengganggu pikirannya, yang sebenarnya aku sangat gelisah atas apa yang akan ia katakan selanjutnya. Rasanya tubuh ini semakin basah setelah terkena air hujan ditambah oleh keringat yang pelan namun pasti mengucur deras.

Namun apa kamu siap menerima ku dalam keadaan yang belum tentu mengenakkan”, lanjutnya yang membuatku semakin bingung dan penasaran dibuatnya.

“Memang ada apa Bintang, apa yang jadi kendalanya. Aku siap menghadapinya”, balasku untuk menyakinkan hatinya bahwa aku benar-benar suka dan telah jatuh cinta padanya.

“Aku harus pergi keluar kota sekitar 1,5 bulan atau bisa 2 bulan untuk mengerjakan tugas kampus, dimana tugasnya ini tugas praktek. Apa kamu siap berjauhan denganku, kalo aku siap-siap aja”, jelasnya padaku

Aku merasakan sesuatu yang aneh dihati ini  bahkan sedikit takut dan risau akan apa yang telah diucapkan olehnya.

"”Tapi kamu jangan takut dan percaya pada ku… jika Bagas serius dan nyakin Bintang serius dan nyakin akan hubungan ini, gimana ?, lanjutnya lagi.

Masih terdiam dan pikiranku pun mulai terbang di otak ini hingga ia keluar kemana-mana tak bisa ku jaga pikiran  bingung nan hampa.

“Jangan takut Bintang gak terus-terusan 1,5 bulan gak ketemu Bagas namu sekitar 3 minggu Bintang disana, Bintang akan datang kesini menemui Bagas walau pun hanya 2 hari saja”, jelasnya lagi

“Baiklah Bagas akan siap menerima kondisinyatidak bertemu sekitar 1,5 bulan dan hanya bisa bertemu 2 hari saja Bagas siap”, kataku

Baiklah kalo begitu, agar tiada  keraguan diantara kita. Bintang akan memberikan sebuah logam mata uang yang bergambar hati ini untuk Bagas tanda sayang dan cinta Bintang kepada Bagas”, ucapnya

“Nantinya tiap hari Bintang akan kirimkan lagi sebuah logam mata uang ini hingga 1,5 bulan terlewati, bagaimana…? tanya padaku

“Baiklah kalo bigitu” kataku

koin logam

………

Hari pun berganti dengan hari yang lain dan telah sampai 2 minggu sejak kepergiannya, dan kiriman mata uang itu pun datang tiap harinya. Dan kuharapkan nantinya setelah sebulan kami tidak bertemu, di akhir bulan kami akan bertemu menumpahkan rasa kasih sayang yang ada.

Namun apa yang terjadi hari ini tepat telah 1,5 bulan kembali kiriman mata uang logam itu datang betapa bahagianya diri ini karena mungkin esok atau paling tidak lusa aku bisa bertemu dengannya.

Aku yang sudah tidak sabar bertemu dengannya langsung menelponnya, namun apa yang terjadi no handphonenya sudah tidak aktif lagi. Berulang kali kucoba sapa tau akku salah nomor atau jaringannya kurang baik, namun tetap saja tidak bisa. Aku pun berinisiatif bertanya kesana kemari  pada teman-teman ku terutama Doni, namun semua menjawab tidak tahu keberadaan dan kabarnya Bintang.

Sedih rasanya tiada kabar berita dari seseorang yang aku kasihi namun tetap ku berharap Bintang akan datang muncul dihadapanku, bukan hanya selogam mata uang yang berdatangan    

Bukan kedatangannya yang kutakutkan dan merisaukan hati ini, namun selogam mata uang yang bersisian yang seharusnya berharga akankah kembali menyanyat hati!

*

Kembali aku memalingkan wajah ini ke arah layar monitor dan berusaha mengerjakan apa yang seharusnya kukerjakan bukan bermain dengan kenangan lama. Kurang lebih 3 jam aku mengerjakan tugas dan akhirnya selesai juga.

Kurebahkan badan ini diatas kasur tempat tidur ku, semoga esok kala bangun mata ini terbuka. Sebuah lembaran tinta emas menghisai hari hari ku.

bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar